Cari Blog Ini

Senin, 12 Februari 2018

Wawancara dengan Niccolo


Photo: Wikimedia
Suatu hari, aku bertemu Niccolo di pengasingan di Sant’Andrea di Percussina, dia kelihatan kusut dan mabuk. Senyumannya yang manis tenggelam menjadi wajah yang sedih. Suatu penampilan yang amat berbeda dari seorang yang pernah berperan sebagai duta sebelum Medici melemparnya ke penjara, mneyiksanya dan mengucilkannya di tempat peristrahatannya.

Dia adalah seorang diplomat selama 14 tahun di Republik Florentine Itali sewaktu keluarga Medici dikucilkan. Ketika keluarga Medici kembali berkuasa di tahun 1512, Niccolo dipecat dan dipenjarakan.

Selama pengasingannya dia menulis buku, diantaranya “The Prince” (Sang Pangeran) yang menjadi bukunya yang paling terkenal. 
Aku bertanya secara langsung padanya:
“Orang-orang bilang bahwa kini anda sering mabuk dengan ditemani petani-petani, berkelahi di kampung-kampung dan mencerca nasibmu. Pengucilan ini pastilah sangat berat bagi anda, itu seperti hukuman yang lebih berat dari kematian bagi seorang yang menganggap politik kelas tinggi sepenting bernafas. Apakah anda merasa pahit akan perlakuan Medici pada anda?”


Niccolo:
“Ketika malam tiba, saya pulang ke rumah, dan masuk ke ruang kerja saya. Di serambi, saya buka pakaian kerja, yang dilumuri lumpur dan kotoran, dan saya memasang pakaian seperti yang dipakai seorang duta. Dengan pakaian sopan, saya memasuki halaman para pemimpin jaman dulu yang sudah lama mati. Disana saya merasa diterima dengan hangat, dan saya makan satu-satunya makanan yang saya anggap berigizi dan yang lahir untuk dinikmati. Saya tidak malu untuk berbicara dengan mereka dan meminta mereka menjelaskan tindakan mereka, dan mereka, karena kebaikan hati, menjawab saya. Empat jam berlalu tanpa saya merasa cemas. Saya melupakan segala kegusaran. Saya tidak lagi takut akan kemiskinan atau takut akan kematian. Saya hidup seluruhnya melampauinya.”


Aku  berkata:
“Medici melempar anda ke penjara, menyiksa anda dengan tali yang digantung dari pergelangan tangan anda yang terikat, dari belakang, yang memaksa lengan anda memikul berat badan anda dan menggeser tulang bahu anda. Namun mereka tak bisa menemukan bukti keterlibatan anda secara langsung dalam konspirasi anti Medici, dan anda dilepaskan beberapa minggu kemudian setelah mendapat amnesti dari Paus, lalu dikucilkan kesini. 
Walaupun keluarga Medici memperlakukan anda dengan kejam, anda mempersembahkan buku anda yang paling terkenal “The Prince” kepada Yang Hebat Lorenzo de Medici, seorang pangeran keluarga Medici yang menyiksa anda. Mengapa demikian?”


Niccolo mengutip pembukaan The Prince berkata:
“ Aku ingin mempersembahkan diriku kepada Yang Hebat dengan suatu pengakuan penghormatanku kepadanya, milikku yang paling ku cintai dan hargai adalah pengetahuanku akan tindakan-tindakan orang-orang agung – pengetahuan yang kudapat dari pengalaman panjang dalam hal-hal masa kini dan dengan terus menerus mempelajari masa lalu. Setelah mencernanya dengan lama dan mendalam, saya kini mengirimkan buku, yang dirangkum dalam buku kecil, kepada Yang Hebat.
Dan jika Yang Hebat, dari puncak gunung kebesarannya suatu saat akan melihat ke daratan ini, dia akan melihat betapa tidak layaknya aku menerima nasib buruk yang terus menerus mengikuti ku”


Aku berkata:
“Kata “Pangeran” di dalam buku “Sang Pangeran (The Prince)”, tentunya bukanlah tentang pangeran keturunan dalam sistem kerajaan, melainkan tentang pemimpin sebuah negara.”


Niccolo, mengutip bab 9 berkata:
“ Pangeran adalah seorang warga yang menjadi pemimpin negaranya bukan dengan kelicikan atau kekejaman yang tak dapat ditolelir, namun melalui dukunganvsesama warganya. Kita namakan hal ini ‘kerajaan masyarakat’. Jadi, kerajaan seperti ini (negara pangeran) – cara bagaimana menjadi seorang pangeran – didapat dengan dukungan masyarakat umum atau dukungan para bangsawan.
Seorang yang menjadi pangeran dengan bantuan para bangsawan akan sulit untuk menjaga jabatannya karena dia dikelilingi orang-orang yang memandangnya sejajar dengan mereka, yang akan mempengaruhi sang Pangeran dalam memberi perintah dan mengatur pemerintahannya. Lebih mudah bagi seorang pangeran yang menerima jabatannya berkat dukungan masyarakat umum: dia akan bisa memerintah dengan caranya sendiri, dengan sedikit atau tiada orang yang enggan mematuhi perintahnya.”


Aku berkata:
“Machiavellianism” adalah istilah negatif yang digunakan secara luas untuk menggambarkan politikus tak bermoral seperti gambaran anda yang masyur di buku “The Prince”. Anda menggamabarkan tindakan tak bermoral , seperti kebohongan dan pembunuhan orang yang tak bersalah, sebagai hal biasa dan efektif dalam dunia politik.”


Niccolo mengutip bab 15 berkata:
“ Saya tidaklah membela diri tentang hal ini: tujuanku adalah menulis hal-hal yang berguna bagi pembaca yang mengerti situasi ini; jadi menurutku lebih pantas untuk mengikuti situasi sebenarnya dari pada mengutip apa yang orang-orang sudah bayangkan. Banyak penulis memimpikan negara republik atau kerajaan yag tidak pernah terlihat atau diketahui di dunia. Dan mendekati mereka adalah berbahaya karena perbedaan antara “bagaimana orang hidup” dan “bagaimana seharusnya mereka hidup” sangat besar sehingga setiap pangeran yang tidak berpikir bagaiman orang-orang bertindak melainkan bagaiman orang seharusnya bertindak akan menghancurkan kekuasaannya, bukannya memelihara kekuassannya. Orang yang berusaha bertindak baik akan segera dihinggapi rasa pahit di tangan orang-orang sekelilingnya yang tak bermoral. Jadi, seorang pangeran yang ingin mempertahankan kekuasaannya harus belajar bertindak amoral, memakai atau tak memakai keahlian seperlunya.
Seperti yang saya bilang di bab 18, seorang pangeran dipaksa untuk mengetahui bertindak seperti binatang, dia harus belajar dari rubah (fox) dan singa; karena singa tak berdaya terhadap jebakan dan rubah tak berdaya terhadap serigala. Jadi seorang pangeran haruslah bertindak seperti rubah untuk mengetahui jebakan dan menjadi singa untuk menakuti serigala.”


Aku berkata:

“Anda seperti menyetujui kekejian, kekejaman bahkan pembunuhan dalam situasi tertentu, yang bertentangan dengan norma-norma universal dalam masyarakat.”


Niccolo mengutip bab 17 berkata:

“ Saya berkata bahwa setiap pangeran sebaiknya berharap untuk dianggap berbelas kasih dan tidak keji; namun dia harus hati-hati untuk tidak menyalah gunakan belas kasihnya! Cesare Borgia dianggap keji; namun “kekejiannya” menciptakan keteraturan di Romagna, mempersatukannya, dan mengembalikan kedamaian dan kesetiaan. Jika anda mempertimbangkannya, anda akan melihatnya sebenarnya lebih berbelas kasih dibandingkan orang-orang Florentine yang, untuk menghindari dibilang keji, membiarkan Pistoia dihancurkan.”


Aku berkata:
“ Filsafat “Tujuan menghalalkan Cara” sering dikaitkan dengan anda, sehingga dinamai Machiavellianisme. The Prince menjadi buku pegangan pemimpin seperti Stalin, yang membiarkan orang-orang Ukraina mati kelaparan supaya dia bisa menjual gandum dari Ukraina ke barat sehingga dia bisa membuat tentara lebih kuat dan untuk mengembangkan industri.
Pemimpin fascist Italy Benito Mussolini melihat dirinya sebagai manusia Machiavellian modern dan menulis pembukaan tesis doktor kehormatannya untuk Univesitas Bologna – “Prelude to Machiavelli.”  Di tesisnya dia mengutip bab 17 buku anda sebagai bukti pesimisme anda akan sifat kemanusiaan ; “ karena kita bisa berkata disini secara umum bahwa manusia tidak tahu berterima kasih, berubah-ubah, menipu, pengecut menghadapi bahaya, serakah akan keuntungan: dan selama anda memberinya keuntungan mereka akan setia dan besedia bersumpah dengan darah, kekayaan mereka, hidup mereka, anak-anak mereka – sampai saat, seperti yang saya bilang di atas, mereka tidak lagi memerlukan kamu; namun kalau saat itu datang mereka dengan cepat meninggalkan kamu.”


Niccolo mengutip bab 8 berkata:
“Seseorang yang mengambil alih kekuasaan haruslah dengan keras memikirkan luka-luka yang ia harus timbulkan, dan menghentikannya semua pada awal pemerintahannya, dan bukannya bertindak keji dari hari ke hari. Dengan menghentikan kekejian secepatnya, sang peraih kekuasaan dapat meyakinkan orang-orang dan merangkul mereka ke sisinya dengan kebaikan. Seseorang yang tidak bertindak seperti ini – karena takut atau karena nasihat buruk – akan selalu harus memegang pisau di tangan; dan ia tidak akan bisa bergantung pada bawahannya, yang akan mundur karena luka-luka yang terus menerus dan berulang-ulang….”


Aku berkata:
“ Buku anda The Prince sebenarnya adalah buku kecil dengan bahasa yang jelas, gampang dimengerti. Namun buku-buku komentar, ulasan, kritik dan analisa tentangnya jauh lebih panjang dari pada buku kecil ini. Apa kata anda tentang ini?”


Niccolo mengutip bab 1 berkata:
“ Banyak penulis menghias karya mereka- menyumbat karya mereka- dengan kalimat-kalimat halus yang menyapu, kata-kata angkuh, dan daya tarik lainnya yang tak relevan tentang masalah yang dibincangkan; tapi saya belum pernah menggunakannya, karena saya menginginkan karya ini dihargai karena pentingnya topik dan kebenaran yang dibicarakannya.”


Aku berkata:
“Namun buku kecil ini menjadi sangat terkenal karena kontroversinya, Bertrand Russel menyebut buku ini sebagai “ buku pegangan bagi gangster”.  Leo Strauss menyebut anda “guru setan” karena buku itu. Apakah anda heran tentang hal itu?”


Niccolo berkata:
“ The Prince hanyalah salah satu buku saya, saya juga menulis “The Art of war”, “Discourses on Livy”, dan drama-drama. 
Di “Art of the War”, Lord Fabrizio Colonna berkata bahwa kita sebaiknya belajar hal-hal yang mirip masa dulu yang menghormati dan menghadiahi kebaikan hati, tidak menghina kemiskinan, menghargai bentuk dan keteraturan disiplin militer, menerapkan masyarakat yang mencintai satu dengan lainnya, hidup tanpa perpecahan, menghargai kebutuhan umum di atas kebutuhan pribadi.
Namun, pemerintahan yang bagus tanpa bantuan militer akanlah tidak banyak beda kacaunya dengan tinggal di istana yang indah megah, yang, meskipun dihiasi permata dan emas, kalau tidak beratap tidak ada yang melindungi di saat hujan.
Di dalam “Discourses on Livy” saya mengutip Livy berkata bahwa masyarakat akan kuat jika bersama, dan lemah kalau sendirian, seperti halnya buruh Roma. Livy selanjutnya juga merasa bahwa jumlah besar lebih bijaksana daripada seorang pangeran. Dan di bab 30 saya menulis tentang republik yang kuat sebenarnya, dan para pangeran yang membeli persahabatan tidak dengan uang, tapi dengan kebaikan dan reputasi akan kekuatan.
Buku ini berbincang tentang para pemimpin Roma dan bagaimana seorang pangeran yang kuat atau lemah dapat memelihara atau menghancurkan sebuah kerajaan. Setelah seorang pangeran lemah sebuah kerajaan tidak bisa tetap kuat dengan pangeran lemah lainnya. Untunglah, ketiga raja pertama mempunyai suatu kekuatan tertentu, yang membantu kota itu. Romulus adalah bengis, Numa relijius, dan Tullus berdedikasi untuk perang.”


Aku berkata:
“ Jadi sepertinya fokus anda adalah bahwa seorang pangeran seharusnya bergantung pada keahlian dan kekuatannya, dan bukanlah pangeran yang lemah, dan bergantung pada nasib baik.”


Niccolo berkata dengan anggukan:
“ Ya, setelah semua itu saya tidak begitu Machiavellian….”




Ini adalah wawancara imajiner mengenang Niccolo Machiavelli.
Sumber: Wikipedia, CliffsNotes




7 komentar:

  1. Percakapan imajiner yang bagus. Jadi ingat saat kuliah filsafat deh :)

    BalasHapus
  2. Luar Biasa sekali Mas...aku gk bisa seperti ini
    salam dari https://sosiologi79.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas komentarnya......Salam kembali...

      Hapus
  3. Dialog imajiner kreatif, yang berhasil memuat deskripsi kegamangan Machiavelli antara gagasan idealis dan pragmatisme realis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih seta basri telah singgah ke blog saya... Salam

      Hapus
  4. Niccolo mengutip bab 15 berkata:
    jadi menurutku lebih pantas untuk mengikuti situasi sebenarnya dari pada mengutip apa yang orang-orang sudah bayangkan

    mantabbb

    BalasHapus